Wakil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, sanksi
sosial untuk terpidana tindak pidana korupsi harus dirumuskan secara matang
agar menghasilkan efek jera. Jangan sampai sanksi sosial itu malah mengikis ketakutan
melakukan korupsi dan menimbulkan paradoks, atau sesuatu hal yang dapat
diterima.
"Singapura
pernah bikin sanksi sosial. Orang berapa kali membuang sesuatu (sembarangan),
dia dikasih sanksi sosial nyapu di jalan. Namun, malah ada sebagian dari mereka
bangga dengan sanksi sosial tersebut dan memublikasikannya ke Facebook,"
kata Saut Situmorang di Jakarta, Sabtu (1/10).
Sanksi
yang malah menimbulkan paradoks itu harus menjadi kajian dalam mematangkan wacana
sanksi sosial bagi para koruptor. Oleh sebab itu, lanjut Saut, pemerintah patut
mempelajari sanksi tersebut dari banyak sektor.v"Mesti dikaji dulu sanksi
sosial seperti apa. Kalau kerja sosial, bisa jadi itu sudah dilaksanakan selama
ini di lembaga pemasyarakatan," katanya.
** baca juga : http://toptimeonline.blogspot.co.id/2016/10/nah-luh-diundang-jokowi-mantan-ketua-mk.html
Sebelumnya,
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono mengusulkan sanksi sosial sebagai
pidana tambahan untuk menimbulkan efek jera ke koruptor. Seperti dengan menyapu
jalan raya sehingga orang tahu bahwa ia adalah koruptor. "Salah
satu yang menarik pikiran saya adaalah membuat koruptor jera. Saat ini kita
menghukum koruptor itu dengan cara tradisional," kata Harjono.
Harjono termasuk pakar hukum yang diundang Jokowi pekan lalu untuk memberikan masukan atas berbagai masalah hukum di Indonesia belakangan terakhir. Salah satu yang menjadi tema adalah bagaimana memberantas korupsi, pilihan strateginya di antaranya membuat koruptor jera.(*)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar